SIGAPNEWS.CO.ID, PEKANBARU - Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, memutuskan untuk menolak permohonan penangguhan penahanan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Yan Prana Jaya.
Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2014-2017.
Saat dugaan korupsi terjadi, Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda di Siak. Selain ditetapkan tersangka, dia juga langsung dijebloskan jaksa ke penjara.
Ia ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru, pada Selasa (22/12/2020) sore. Pasca ditahan, Yan Prana pun mencoba untuk memanfaatkan haknya untuk mendapatkan penangguhan penahanan.
Permohonan penangguhan penahanan disampaikan Yan Prana melalui pengacaranya kepada tim jaksa penyidik, pada Senin (28/12/2020). Turut juga permohonan penangguhan penahanan disampaikan Pemerintah Provinsi Riau, untuk Yan Prana Jaya.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Hilman Azazi menuturkan, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk penangguhan maupun pengalihan penahanan tersangka dalam perkara korupsi, harus meminta persetujuan dari pimpinan.
Sebelumnya juga, harus ada persetujuan dari tim penyidik Pidana Khusus Kejati Riau, selaku pihak yang menangani perkara.
"Sesuai SOP untuk tahanan korupsi harus minta persetujuan pimpinan apabila ingin dialihkan atau ditangguhkan penahanannya. Untuk sampai ke sana, tim penyidik harus sepakat dulu. Di sini, tim penyidik tidak sepakat untuk menangguhkan. Dalam artian, permohonan penangguhan penahanan Yan Prana tersebut, ditolak oleh tim penyidik," tegas Hilman, Rabu (29/12/2020)..
Menurut Hilman, penolakan ini akan segera disampaikan ke pihak Yan Prana.
"Kalau ada surat ke kita, tentu ada balasan. Kalau tidak hari ini, Senin (pekan depan) lah. Adapun alasan penahanan terhadap Yan Prana sendiri, sifatnya subjektif ," tutur Hilman.
"Kalau ada 3 (alasan), pertama melarikan diri, tidak mungkin, dia sendiri ASN. Kedua kalau mengulangi tindak pidana, kejadian di Siak, juga tidak," sebut Aspidsus Kejati Riau, Hilman Azazi.
"Tetapi alasan menghilangkan barang bukti. Itu yang jadi alasan kita, laporan penyidik ke kita ada indikasi seperti itu. Termasuk indikasi mencurigai melakukan penggalangan-penggalangan saksi. Jadi itu yang membuat penyidik bahwa dia (Yan Prana) ditahan," sambung dia.
Hilman mengungkapkan, dari hasil penghitungan sementara, nilai kerugian keuangan negara akibat perbuatan Yan Prana sekitar Rp1,8 miliar.
"Total nilai anggaran berapa, lupa. Modus operandi dia sebagai Pengguna Anggaran (PA). Melakukan pemotongan atau pemungutan setiap pencarian yang sudah dipatok, sekitar 10 persen. Yang dipotong baru hitungan Rp1,2 miliar gitu atau Rp1,3 miliar," terang Aspidsus Kejati Riau.
Disinggung soal tersangka lain, Hilman menjawab sementara belum ada arah ke sana. Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan pasal berlapis sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (e), Pasal 12 huruf (f), UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)
Liputan: Brian.
Editor : Robinsar Siburian.